![]() |
| Salah satu postingan pasangan fiktif Nurhadi Aldo yang mengkritik pendukung Calon Presiden. Sumber foto : IG @nurhadi_aldo |
Sebuah perdebatan sengit kembali terjadi
awal tahun ini dalam kontestasi politik yang maha sengit. Apapun yang
dbicarakan dirangkainya sedemikian apik dan menarik demi satu suara pilihan
politik. Ucap demi ucap kelebihan masing-masing calon presiden didebatkan
dengan balas demi balas keburukan dan kekurangan musuhnya. Kegaduhan politik 2019 yang disebabkan
oleh fanatisme pendukung kedua kubu ramai menghiasi laman digital media saat
ini. Sebagai seorang pemilih yang cerdas, masyarakat tentunya harus memiliki
filter dalam mengkaji apa yang sedang menjadi bacaan dan asumsi masyarakat. Bagaimana
menentukan kabar yang benar dan bagaimana menentukan sebuah kabar yang bohong. Karena,
teknologi dengan segala kelebihannya mampu menciptakan, memproduksi,
mendeformasi informasi dengan beragam bentuk.
Ditengah-tengah kegaduhan para
pendukung kedua Calon Presiden. Indonesia dihebohkan dengan Nurhadi Aldo atau
lebih disingkat dengan sebutan Dildo. Muncul pertama kali pada tanggal 26
Desember 2018 di media digital dan awal tahun dengan berani menampakkan diri di
beberapa layar kaca televisi Indonesia. Dengan waktu yang singkat, kehadiranya
berhasil menarik perhatian masyarakat dan media dengan begitu kilat. Konsep
konten yang satir dan tema yang menjurus kedalam konteks seksual menjadi ide
dan gagasannya mewarnai postingan-postingan mereka pada dunia maya. Sampai hari
ini, Selasa 22 Januari 2018 akun intagram Nurhadi Aldo berhasil menarik 459.000
followers. Sebuah pencapaian luar biasa untuk konten kreator capres fiktif
mewarnai konten digital Indonesia mengalahkan konten kreator tim sukses kedua
kubu.
Kehadiran tokoh capres fiksi Nurhadi
Aldo dalam pemilu 2019 tentunya tidak menjadi sesuatu yang baru. Bagi generasi X
dan sebelum-sebelumnya, konten politik dengan konsep yang satir juga sebenarnya
ramai menghiasi ranah pentas pertunjukan dan visual pada media-media cetak di
Indonesia saat itu. Melalui berbagai bentuk dan medium yang berbeda, konten
politik fiksi juga ramai diciptakan. Konten-konten yang dibuat oleh setiap
kreatornya tentunya selalu memiliki tujuan, entah sebagai representasi atas
kegelisahan seniman atau representasi atas kritik politik saat itu sekaligus hiburan
bagi penonton. Seperti halnya karikatur yang dibuat dengan diskusi dan narasi
yang satir atau seni pertunjukan dengan membawa tokoh-tokoh politik sebagai
tema pentas mereka yang dikemas dalam bentuk teater. Seiring dengan
berkembangnya zaman, bentuk-bentuk konten satir juga mengalami perubahan yang didasari
oleh bentuk konsep ide baru yang relevan dengan zamannya.
Lalu, apakah kehadiran Dildo dan postingannya di Indonesia memiliki
dampak buruk bagi masyarakat untuk kemudian memilih golput ?
Sebuah kemunduran bagi perkembangan
masyarakat Indonesia kita rasa jika lantas dengan melihat dan mengikuti mereka
di akun sosial media Dildo membuat kita berfikir buruk untuk kedua Pasangan
Pilpres yang sebenarnya. Lalu, dengan alasan menyukai dan mengikuti
postingannya kita menolak untuk memilih diantara kedua kubu. Seperti yang
diungkapkan oleh beberapa Tim Sukses mereka, kehadiran mereka ditakutkan
menambah tingkat golput masyarakat Indonesia dalam memilih pemimpin.
Dikutip pada tayangan program Rosi Di
Kompas TV, Direktur Materi dan Debat Badan Pemenangan Nasional (BPN)
Prabowo-Sandiaga, Sudirman Said setuju saja jika Nurhadi muncul akibat suasana
gaduh masyarakat yang dihasilkan dalam proses Pilpres ini. Meski setuju,
terdapat sisi buruk yang ditakutkanya dan berharap jika fenomena tersebut harus
dijaga agar tidak berkembang ke arah yang salah.
"Mesti dijaga, jangan sampai
tujuan untuk mengingatkan, tapi malah melawan sistem begitu rupa hingga
akhirnya tujuan pemilu tidak tercapai" ungkapnya.
Senada dengan Sudirman Said, ketakutan
kehadiran capres fiktif Dildo juga diutarakan oleh Direktur Eksekutif Indikator
Politik, Burhanudian Muhtadi yang menjelaskan terdapat perbedaan antara swing
voters dan undecided voters. Swing voters merupakan
pemilih yang sudah punya pilihan, tetapi bisa pindah ke lain hati, sedangkan Undecided
voters adalah mereka yang benar-benar belum menentukan pilihan. Jumlah Undecided
voters berdasarkan survei Indikator sebesar 9,2 persen, sedangkan swing
voters sebesar 15 persen. Sementara itu, potensi golput ada sekitar
20-25 persen. Menurut Burhanudin, kehadiran Nurhadi dengan kutipan satirnya
bisa menambah ketidakpedulian masyarakat terhadap pemilu.
"Itu bisa menambah apatisme
politik," ujar Burhanudin.
Namun, sebagai masyarakat yang harus
cerdas dalam menangkap dan menelaah segala konten di era digital. Masyarakat
sudah seharusnya melek terhadap konsep, konteks, dan tujuan bagaimana tujuan konten
media digital dibuat. Pada kasus Dildo, masyarakat harus lebih bisa selektif dalam
mengambil sisi positif dan sisi buruk kehadirannya.
Kehadiran Dildo pada kontestasi
politik 2019 adalah bentuk kritik politik baru dengan bentuk dan media yang
relevan dengan gen milenial dan gen Z. Pada waktu yang sama, ruang yang
berbeda, dan media yang beragam, setiap manusia memiliki hak untuk berdemokrasi
termasuk mengeluarkan ide dan gagasannya pada isu-isu yang sedang berkembang di
lingkungannya. Kehadiran Dildo merupakan bentuk baru konten satir dengan medium
yang berbeda dan konsep yang milenial. Karena, segala bentuk konten gagasan dan
karya selalu memiliki kebutuhan dan hasil yang berubah seiring situasi dan
kondisi zaman yang selalu berkembang.

Comments