Senin
Pagi tepat pukul 08.00 di pelataran Kantor Pusat KPU Jl. Imam Bonjol Jakarta
Pusat menyela kesibukan Bapak Arief Budiman yang sedang sibuk dan giat-giatnya
mempersiapkan pesta demokrasi Indonesia tahun depan. Saya berkesempatan untuk
berbincang dengan beliau perihal ‘Kotak Kardus’ yang sedang mengisi literasi di
banyak media massa hari ini.
Seperti yang sedang beredar, keputusannya
menggunakan kotak suara berbahan kardus sedang kencang-kencangnya pula direspon
dan dihujam kritikan oleh masyarakat Indonesia hari ini. Kegiatan siram-menyiram, bakar-membakar, dan apapun yang bersifat menghancurkan kardus seolah menjadi kesibukannya untuk memberikan asumsi pada
masyarakat bahwasannya kardus memang kuat, tahan bakar dan siap 100% menyambut
pilpres 2019.
Sebenarnya,
Salahkah Bapak Arief Budiman memutuskan
Kotak Kardus ini demi kebaikan bangsa dan keperluan Negara ini?
‘Negara kita kehilangan asas-asas pemilunya satu per satu, boro-boro minta kotak suara
pemilihan umum berbahan alumunium. Merawat asas-asas demokrasinya saja bangsa
ini masih guyonan kok ngajak serius ke infrastrukturnya, bangsamu ini kan aneh’
’
Dijawabnya
singkat (sembari menatap mata
saya tajam seakan menyiratkan doa, semoga Indonesia di jamanmu sembuh
dan tidak lupa diri)
Dimana ‘Asas
Pemilu’ hari ini ?
Sepertinya menjadi sangat menghibur untuk membaca kritikan banyak orang di hamparan media cetak dan sosial media hari ini. Pembuktian kotak kardus
dilakukan dengan beragam cara, ada yang menggunakan siraman air keras, pembuktian dengan banjir-bandang, atau yang lebih tegas lagi, pembuktian
kotak kardus dengan kompor gas oleh ibu-ibu kampung kebayoran lama.
Satu yang pasti, kotak kardus tidak
akan bertahan dengan lama dan sebaik-baiknya jika kotak kardus tidak sedang digoreng
oleh media massa demi kepentingan adsense atau kepentingan korporasinya.
Masih ingatkah pelajaran pendidikan
kewarganegaraan yang pernah kita dapat di bangku sekolah hari itu? Lebih tepatnya
pada materi Asas-Asas Pemilu ‘LUBER JURDIL’ di Indonesia yang wajib dan harus
dipegang untuk menjalankan demokrasi di Negara ini dengan sebaik-baiknya.
Sedikit
sarkas sepertinya untuk Bapak Arief Budiman menentukan pilihannya menggunakan
kotak kardus. Sebegitu parahnya pula masyarakat Indonesia yang tidak lagi
menggunakan privasinya dalam memilih calon wakilnya hari ini. Pilihan politik pada
hari ini tidak lagi bisa dipegang RAHASIA oleh pemilihnya. Sebegitu detail dan
tegasnya pula tulisan RAHASIA menempel di balik bilik pemilihan suara alumunium
yang diimpi-impikan masyarakat hari ini.
2019 sepertinya menjadi sinyal Bapak Arief
Budiman untuk mempropagandakan ‘kotak kardus’ sebagai lelucon dan boomerang
peluconnya. 2020, 2021 dan seterusnya Indonesia tidak lagi butuh kotak suara
dan bilik pemilihan suara. Suara pemilih pada hari ini kehilangan privasinya,
tidak lagi dirahasiakan dan digunakan untuk kepentingan publik sekalipun demi ketenangan dan
kedamaian masyarakatnya. Pilihan Politik justru menjadi bahan paling
ampuh untuk mengkontruksi segala konflik di Indonesia. Bagaimana tidak lucu,
jika sebuah tempat pemakaman umum yang memiliki perbedaan
pilihan politik harus keluar daerah dan jikapun memaksa, jasadnya dibongkar dan dipindahkan
tempat yang lebih relevan. Bagaimana tidak lucu lagi, sebuah keluarga saling berbaku hantam
dan bunuh-membunuh hanya karena memiliki perbedaan politik.
Comments