Umur, Bahagia, dan Air Mata.



Rahim ibu kala itu tak bersuara.

Manis dan lembut.

Aku menangis tapi diam.

Aku tersenyum tapi pasif.

Bermahkotakan cinta, aku terbentuk.

Terima kasih ayah, terima kasih ibu.

Saat itu aku tak tau benar tentang apa yang terjadi sebenarnya ketika Sembilan bulan aku dikandungnya. Aku lupa atas apa yang aku gerakkan. Aku lupa atas apa yang aku lakukan. Entah menangis entah tersenyum, aku tabu.

Bukankah menusia terlahir dengan organ tubuh yang sudah ada? Otak, jantung, tulang, mata, telinga, hati dan segalanya. Terlalu dalam untuk mengingatnya hingga lupa bersih atas apa yang terjadi kala itu.

Manusia pelupa, manusia pengingat. Keduanya beradakan netral.

Sebatas aku pertama kali berjalan, sebatas pertama kali mulutku bisa beucap, aku lupa bersih.
Orang-orang menciumku,orang-orang menimangku. Siapa saja mereka? Aku tak tau sama sekali. Sebatas pengingat dari orang orang terdekatku ketika aku ditimangnya dan diajak bercanda. Suatu kebehagiaan dari mereka sendiri saat senyum itu muncul dari raut wajahku. Terima kasih.
Waktu melupakan kejadian itu, metamorfosa bentuk, perkembangan tubuh, dan semua yang membesarkanku.
Air mata, tangis, tawa, dan bahagia.








Comments