Sabtu, 6 Oktober 2019 untuk kesekian kalinya, berkesempatan mengejawantahkan kebebasan berekspresi, sekaligus meluncurkan kegelisahan melalui mural terlaksana dengan baik dan agak berat di Salatiga How Art You #3.
Sebab saja, 4 kali 4 meter harus terselesaikan dengan waktu yang cukup singkat. Maka, output mural terpaksa harus menyesuaikan budaya dan waktu yang terburu-buru.
Mengangkat tema toleransi, tentu cukup familiar bagi saya. Terlebih, diksi tersebut cukup mewakili pengalaman atas proses berkehidupan saya. Entah hubungan pertemanan dengan latar belakang yang berbeda-beda, atau keberanian untuk terus berhubungan dengan siapa saja meski ide, dan gagasan cukup berbenturan.
Jika Salatiga terkenal sebagai 'The City Of Tolerance', mendiskusikan toleransi antar umat beragama tentunya sudah menjadi hal yang kuno. Dengan segala perbedaanya, sebagai manusia yang hidup di negara mejemuk, harusnya hal tersebut sudah tidak laku untuk di perjualbelikan lagi.
Perwujudan toleransi yang baik pada sebuah kota, bisa terjadi karena didukung oleh banyak hal. Entah kondisi geografisnya yang kecil, atau saja memang sejenis Kota Salatiga sudah dicitakan oleh para leluhur sebagai kota yang tenang. Terbukti, dengan banyaknya saksi bahwa Salatiga pernah menjadi rujukan para pendiri bangsa dalam memilih tempat tinggal meski sementara.
Perwujudan toleransi yang baik pada sebuah kota, bisa terjadi karena didukung oleh banyak hal. Entah kondisi geografisnya yang kecil, atau saja memang sejenis Kota Salatiga sudah dicitakan oleh para leluhur sebagai kota yang tenang. Terbukti, dengan banyaknya saksi bahwa Salatiga pernah menjadi rujukan para pendiri bangsa dalam memilih tempat tinggal meski sementara.
Dengan tujuan mewariskan cita-cita para leluhur untuk Salatiga yang panjang atas keramah-tenangnya, diksi ‘If we can differents, why must same’ tertulis untuk dapat diamini dan menjadi doa sepanjang mural tersebut dapat diapresiasi kapan saja.
alu, Bagaimana jika membicarakan toleransi atas pebedaan idealis, gagasan, budaya, atau watak setiap individu yang mesti berbeda?
Menjadi salah kaprah. Jika saja perbedaan gagasan, sifat, atau watak justru menjadi pemicu putusnya hubungan sebuah relasi, yang paling menyedihkan hal itu terjadi pada sebuah hubungan pertemanan. Hal-hal yang seharusnya bisa berjalan baik justru menjadi kuno dan kekanak-kanakan.
Sebagai contoh, sepasang sahabat harus berjauhan mendadak atas sifat mereka berbentur tberlawanan antar keduanya. Yang satu memiliki watak sensitif, lalu yang kedua hobi resek. Akhirnya, ego untuk memenangkan siapa sifat yang paling menang justru
Sebagai contoh, sepasang sahabat harus berjauhan mendadak atas sifat mereka berbentur tberlawanan antar keduanya. Yang satu memiliki watak sensitif, lalu yang kedua hobi resek. Akhirnya, ego untuk memenangkan siapa sifat yang paling menang justru
Begitupun juga, atas apa yang sering terjadi di sebuah komunitas apa saja. Perbedaan ide dan gagasan terkadang menjadi hal utama yang memicu perdebatan panjang hingga tidak mampu lagi membendung ide dan ego mereka masing-masing. Hal-hal baik yang harusnya bisa terpecah dan terkolaborasikan dengan baik bijak harus tersingkirkan.
Lalu bagaimana menjadi toleran atas rerentetan apapun yang berbeda antar kami, kamu, saya, dan mereka? Jawaban paling bijak, adalah menjadi baik untuk siapa saja yang berlawanan hingga mengalah atas ketidakterwujudan ego.
Mural di atas dapat dijumpai di Rumah Dinas Walikota Salatiga, Kulonuwun Pemkot, Matursuwun!
Yang Ngajak foto Pak Wali. Bukan Saya Lho. |
Comments