Cukup Ekstremes, perankan Joker pada dunia nyata. Seorang tak dikenal serang Bapak Wiranto.


Cukup Ekstremes, perankan Joker pada dunia nyata. Seorang tak dikenal menyerang Bapak Wiranto dengan pisau karena merasa disepelekan. Sebegitu bar-bar Joker membunuh rekan kerjanya yang sempat menyepelekan dan membohonginya.

Jika Film Joker yang sedang viral memiliki narasi tentang ‘Orang Jahat Adalah Orang Baik Yang Tersakiti’. Maka, boleh saja untuk mengasumsikan peristiwa Bapak Wiranto diserang orang tak dikenal dengan jargon baru bahwa ‘Masyarakat Yang Jahat Adalah Masyarakat Baik Yang Tersepelekan’.



Untuk pertama kalinya dalam sejarah, pejabat setingkat Menteri diserang orang dengan cukup brutal. Dialah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Indonesia terkena tusukan sepersekian detik sesaat keluar dari mobil ketika hendak mengunjungi Banten. 

Tidak salah jika merepresentasikan tokoh Joker sebagai Rakyat Indonesia dan Keadaan Indonesia hari ini. Jika dapat dinarasikan sebagai masyarakat Indonesia, bisa saja orang tersebut memiliki pengalaman yang sama terhadap Joker. Kritik dan apa yang sedang dirasakan olehnya dianggap sepele Bapak Wiranto melalui banyak pidatonya di berbagai media. Maka jika ia memiliki kelainan jiwa, dendam adalah solusi terbaik baginya.

Hingga Sepersekian detik setelahnya viral. Banyak netizen dengan sama bringasnya menghakimi Bapak Wiranto dengan asumsi bahwasanya ‘Menjaga diri saja tidak bisa, bagaimana mau menjaga negeri ini’. 

Jika di Film Joker memiliki narasi tentang 2 polisi yang harus dihajar ratusan badut karena mencoba menangkap rekannya saat hendak berdemo dengan pemerintah. 

Di Indonesia pun Polisi harus menyerah pada puluhan Anak STM yang menyelamatkan temannya karena dihajar oleh polisi terlebih dahulu saat hendak berdemo.

Membicarakan indikator bagaimana film yang baik untuk dapat ditayangkan di Indonesia, tentunya tidak lagi penting. Sebab saja, aturan yang berlaku tidak bisa menebus tanggung jawabnya sebagai filter. Semakin bertambahnya hari, masyarakat semakin pintar untuk dapat mengakses film-film yang meski terlarang. 



Dilain sisi, tayangan-tayangan bobrok dan sama berbahayanya juga sedang beredar di jam-jam anak-anak sedang berada dirumah.

Meniru adegan-adegan berbahaya sendiri sudah lama berlangsung di dalam negara ini. Terlebih, dilakukan atas dasar film dan idolanya. Jikapun masih ingat, banyak anak kecil harus tewas saat hendak mempraktekkan Ray Mysterio ataupun The Rock yang membuat tayangan Smackdown harus diusir dari perfilman di Indonesia.

Lalu, jika saja tidak ada indikator yang memang layak untuk mengatur perfilman di Indonesia. Peran keluarga dan lingkungan terdekatlah yang harusnya menjadi filter atas Pendidikan film di Indonesia.

Cepat Sembu Pak Wir!



Comments