Visual Artist Dan Politik Praktis 'Hari Ini'




Awal maret 2019. 'Sekawan Mural' dengan 3 serdadu ini mencoba mengkampanyekan bagaimana akal cerdas harus dan wajib dipakai siapa saja untuk mendukung perhelatan pemilu kali ini berjalan baik. 

'yen pemilu wae ora jalan, lha terus bangsa iki meh digowo nengdi? mesakno pahlawan sing wes berjuang merdekakke bangsa iki. Gur pemilu wae ora sukses' ucap Cak bay aka arachisz, salah satu serdadu dari 3 pose diatas mengenakan kaos hitam. 

Benar saja apa yang Ia utarakan, siapapun berhak menyokong festival ini agar berjalan baik. Meski saja kesepakatan dan hasilnya nanti tidak berpihak kepada kita sama sekali.

Karya Oleh Sekawan Mural Pada Gelaran Mural Competition KPU Jateng 2019

Jika memang benar seniman harus apatis pada perhelatan ini, saya yakin kitapun harus berani berseberangan dengan opini itu. Terlibat di dalam pemilu sekaligus menyampaikan ini itu tentang apa yang seharusnya tidak dilakukan atau dilakukan pada perhelatan ini adalah kewajiban kita semua. 

Asal saja ini dan itu memiliki dampak baik dan tidak mengarahkan audiens kedalam lingkaran yang buruk. 'Fatalnya'

Meski saja, kita menyadari bahwa politik uang sedang saja menggerogoti nalar dan akal sehat masyarakat saat ini. Boleh saja, semua dari itu adalah wujud doa dari jutaan orang yang selalu menantikan festival 5 tahun sekali ini atas uang, hujan serangan fajar. 

Begitulah faktanya sebuah negara sedang berkembang untuk maju dengan polah dan prosesnya. 

Sedihnya 'Sebuah peristiwa yang secara sengaja ataupun tidak sengaja sedang berlangsung dengan tempo yang cukup lama tidak akan bisa dihilangkan semudah proses-proses itu berlangsung' 


Biar saja politik uang menjadi budaya akut, asal saja akal cerdas masih bisa diusahakan oleh setiap manusianya.




                                 

Sejak ini pertama kali berlangsung beberapa tahun lalu 'kurang lebih'. Punokawan rutin dan disiplin menjadi aset dan budaya yang mengisi karakter dan tema-tema visual Sekawan MuralSontak, kehadirannya dengan tidak disengaja menjadi ikon movement ini. Entahlah, 



Yang jelas, 'punokawan' adalah tokoh wayang yang cukup populer dan memiliki daya magis yang kuat di Indonesia, meski penikmatnya bukan orang jawa sekalipun.

Semar dengan sifat kedewasaan yang menjadi rujukan nasihat bagi kawan dan lawannya.

Gareng, anak pertama Semar yang memiliki fisik cacat namun selalu berbahagia dengan kelucuan dan tingkah yang selalu menggelikan.

Petruk, anak kedua Semar dengan kenakalannya namun selalu menjunjung tinggi akal cerdas dan kritisnya.

Terakhir Si Bungsu Bagong yang hidup sederhana dengan kesabarannya. 

Setuju atau tidak setuju. Punokawan adalah sosok paling pas untuk dihadirkan mewarnai perhelatan pemilu 2019 yang sedang anarki-anarkinya ini. 

Siapapun, dan dari kalangan apapun. Wajib dan harus mengkampanyekan akal cerdas ini. 

Peduli pada bagaimana kemajuan dan perkembangan negara ditentukan oleh politik dan bagaimana asas cerdas luberjurdil pada poin 'rahasia' tetap wajib dibawa oleh siapapun yang sudah memiliki hak untuk memilih. Tidak terkecuali, mereka yang golputpun harus membawa asas itu tetap berjalan, menurut saya.

Kitapun harus menyadari, Siapa saja tentunya memiliki pilihan. Entah sudah mengenal ataupun sama sekali belum mengenal. 

Cara tercerdas dari pemilih adalah mengenal mereka yang belum kita ketahui dengan cara apapun. Entah mencari di sosial media, menjelajah browser, ataupun mencari tahu lewat orang-orang terdekat mereka. 

Terakhir 'tidak ada calon yang benar-benar baik diantara mereka, beginilah negara berkembang sedang berproses menjadi negara yang benar-benar baik dan maju'. Maka, dengan tidak perlu 'apoliticsm', hargai saja proses negara ini berkembang semenghargai anda berkembang dari manusia yang tidak tau apa-apa dan serba jelek ini tumbuh dan tinggi menjadi  manusia yang benar-benar baik.

salam pilpres 2019!

Comments