Kira-kira, sudah sebulan lebih mencobanya. Melacurkan otak,
nyawa dan kesehatan tubuh untuk pekerjaan dan isi perut. Sudah semakin gawat
dan mengancam darurat, terkhusus bagi siapa saja yang memujanya untuk pergi ke
tempat ini dan itu. Terlebih lagi, menaikinya di jam-jam orang-orang tergesa bekerja
dan bersekolah, menaikinya pula di jam-jam selepas mereka pulang ke rumah
masing-masing.
Siapa sadar, gerbong-gerbong kereta api kebanggaan Ibu Kota ini mengancam nyawa-nyawa manusianya.
Sepertinya 'Biasa saja dan tidak ada sama sekali hebatnya’. Beberapa hari lalu tentang keviralan Presiden Jokowi bertumpah ruah
dengan para penumpang lain pulang ke istananya.
Kalau memang ingin merasakan, rasakan saja pergi rapat atau melayani
pertemuan dengan kerabat dan pejabat negara yang diadakan di wilayah Jabodetabek
dengan menaiki KRL.
Yang cukup menarik, begitu hebat cara Beliau mencari perhatian
jelang kepemilihan presiden April 2019 ini. Terlepas pencitraan atau tidaknya.
Boleh saja keviralan yang dihebat-hebatkannya dirayakan di atas ancaman nyawa dalam
gerbong KRL.
Kemudian Beberapa minggu lalu, berita buruk menghebohkan kembali jagad
Ibu Kota ini. KRL Jurusan Bogor anjlok dan melukai beberapa manusia. Entah,
sayapun tidak ingin mengetahui alasan apa dan penyebab apa kereta tersebut
harus anjlok dan mengancam ribuan nyawa manusia.
Sebagai pendatang, merasa tidak enak saja.
Wilayah dengan padatan penduduk yang cukup besar ini sudah
sangat riuh, brisik, dan saling tergesa-gesa. Kedatangan perantau, semakin saja
menambah keriuhan jalanan mereka.
Benar saja jika angkutan bebas macet dan polusi udara ini sebagai solusi mengejar jam kerja mengatasi kemacetan yang gila itu. Sudah berharga
murah, mendapatkan juga fasilitas anti hujan dan panas.
![]() |
Suasana Di Dalam KRL |
Diluar dari kerewelan dan keistimewaan angkutan kebanggaan
Jobodetabek ini, harusnya menyadari jika gerbong demi gerbong kereta ini bisa saja
mengancam satu orang nyawa atau mungkin puluhan nyawa kapan saja.
Kitapun, sama sekali tidak mengetahui jika saja ada penumpang yang memang memiliki tingkat kesensitifan tinggi dengan tubuhnya bila harus berdesakan dengan banyak orang. Entah tetiba kekurangan oksigen, darah tinggi, ayan, atau mungkin tiba-tiba pingsan karena belum sarapan pagi. Untuk menyelamatkanya, harus rela bersabar untuk sampai ke stasiun terdekat. Jangankan ruang darurat. Kondisi didalam gerbong sudah tidak ada ruang sama sekali. 'mimpi'
Kitapun, sama sekali tidak mengetahui jika saja ada penumpang yang memang memiliki tingkat kesensitifan tinggi dengan tubuhnya bila harus berdesakan dengan banyak orang. Entah tetiba kekurangan oksigen, darah tinggi, ayan, atau mungkin tiba-tiba pingsan karena belum sarapan pagi. Untuk menyelamatkanya, harus rela bersabar untuk sampai ke stasiun terdekat. Jangankan ruang darurat. Kondisi didalam gerbong sudah tidak ada ruang sama sekali. 'mimpi'
Menaiki gerbong KRL serasa menonton sebuah band atau penyanyi
pujaan yang rela untuk berdesak-desakan
demi melihat lebih jelas. Bayangkan saja untuk satu gerbong KRL ini diisi
oleh ratusan orang.
Tidak ada aturan jumlah maksimal orang. Jika masih bisa didorong, langsung didesaknya pula kedalam tanpa akal yang tidak sehat-sehatnya sama sekali. Sudah tidak ada ruang gerak, pertolongan pertama pada kecelakaan yang sederhana pun susah untuk diatasi jika kondisinya sepadat itu.
Tidak ada aturan jumlah maksimal orang. Jika masih bisa didorong, langsung didesaknya pula kedalam tanpa akal yang tidak sehat-sehatnya sama sekali. Sudah tidak ada ruang gerak, pertolongan pertama pada kecelakaan yang sederhana pun susah untuk diatasi jika kondisinya sepadat itu.
Kitapun tau, KRL ini tidak memiliki salah apa-apa. Sebab
saja, peraturan, ketegasan, kesadaran, dan sisi kemanusiaan dimiliki sendiri
oleh setiap penumpangnya.
Apalagi, masih ada saja orang-orang yang harus berpura-pura
tidur demi mendapatkan bangku duduk meski saja didepanya sedang berdiri bapak
berambut putih atau saja perempuan-perempuan yang sedang menahan sakit atas
desakan demi desakan untuk sampai ke stasiun tujuan.
Sudahlah, KRL memang istimewa untuk dipuja masyarakat Ibu
Kota, cuman saja akal sehat dan kemanusiaan tidak sama sekali digubris oleh
setiap penumpangnya. Menumpanglah dengan sesehat dan semanusia-manusianya saja.
Comments