Pelarangan Rekruitmen Tenaga Honorer Mulai Tahun 2019


KABAR GEMBIRA : MAHASISWA MERAYAKAN PELARANGAN REKRUITMEN TENAGA PENDIDIK HONORER MULAI TAHUN 2019

Januari 2019, sepertinya menjadi awal tahun yang membahagiakan, khususnya untuk mahasiswa yang sedang menempuh perkuliahan pada jurusan keguruan dan ilmu pendidikan di negara ini. Pelarangan rekruitmen tenaga pengajar honorer akhirnya memberikan angin segar untuk siapa saja yang mendambakan diri sebagai tenaga pendidik di Indonesia dengan upah berubah dan setara dengan PNS. 

Namun, disela-sela kegembiraan dan kebahagiaan jutaan mahasiswa tersebut. Jutaan pensiunan sedang sedih-sedihnya meratapi nasib mereka sebagai seorang pensiunan.

Ratusan Pensiunan PNS Berunjuk Rasa di Depan Kantor Kemendikbud Menolak Kerja Rodi Pensiunan dan
Kolonialisme Gaya Baru.
DKI Jakarta, Sabtu (5/1/2019).

Pensiunan pengajar di Indonesia cederung berada pada skala umur 50 tahun ke atas. Pada periode tersebut, pengajar sudah berada pada masa tuanya. Kegiatan yang bersifat santai menjadi salah satu kegiatan yang paling cocok untuk mengisi keseharian mereka. Berbahagia, bermain ke sebuah tempat, berbulan madu dengan istri tua, bercanda dan sejenak berkumpul dengan anak cucu mereka menjadi kegiatan yang mereka citakan di hari tua. Belum lagi, angka kematian di indonesia semakin mengalami percepatan pada usia rata-rata 60 tahun. Artinya, diluar masa sibuknya, seorang pensiunan hanya memiliki waktu yang cukup singkat, padat, dan mengkilat untuk menikmati hari tua mereka.
Pagi hari ini, kabar menyedihkan itu datang dari beliau Bapak Muhadjir Effendy (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia) dengan dalih solusi tenaga honorer di Indonesia. Beliau meminta kepada setiap Kepala Sekolah untuk menolak dan tidak melakukan perekrutan kepada pendidik honorer dan menyuruh pensiunan pengajar untuk mengajar kembali di sekolah-sekolah yang membutuhkan tenaga pengajar tambahan.  
Pelarangan rekruitmen pengajar honorer boleh saja menjadi sinyal Bapak Muhadjir Effendy untuk mengatasi solusi honorer di Indonesia dengan format yang lebih adil, baru, dan segar. Sekalipun belum pasti, siapa saja harusnya memiliki harapan dan doa untuk berubah yang sama, khususnya sebagai seorang manusia yang manusia.
Lalu, pensiunan pengajar dengan kondisi yang memaksa dengan kebudayaan yang berbeda harus mengajar dan bekerja sama dengan anak didik, ataupun tenaga pendidik yang jauh berbeda era dan pola. Benar, siapapun bisa untuk beradaptasi dan berusaha melakukan pekerjaan ini dengan cepat sebaik-baiknya. Namun, akan sangat banyak yang memiliki masalah dengan perbedaan era dan pola yang dimiliki segitiga pendidikan ini.
Jika dilihat rata-rata umur pensiunan hari ini, mereka lahir pada tahun 1965-1979. Orang-orang yang hidup dan lahir pada masa itu disebut Generasi X, sebuah era bagaimana masyarakat memiliki kehidupan sosial yang tertutup, cuek terhadap isu-isu sosial, dan kurang aktif berpartisipasi pada kegiatan di luar kebutuhannya. Rata-rata pengajar baru atau seorang fresh graduate lahir pada tahun 1980-2000. Orang-orang yang lahir pada masa itu cenderung memiliki pola pikir yang dinamis, terbuka, dan aktif terhadap isu-isu sosial yang berkembang di masyarakat. Lalu, bagaimana jika kemudian seorang pensiunan mengajar sekelompok murid yang memiliki pola dan budaya baru dengan selisih era yang cukup jauh? Pada konteks tersebut adaptasi menjadi sangat penting. Baik adaptasi pada bentuk yang verbal maupun non verbal. Namun tetap saja, masih banyak orang dengan pikiran, pola, dan bentuk yang berbeda memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi untuk saling menghargai dan beradaptasi.

Comments