Lateral Thinking diperkenalkan oleh Edward de Bono, salah satu psikolog
kelahiran Malta yang merupakan tokoh pencetus istilah lateral thinking (berpikir
lateral). Secara sederhana, berpikir lateral merupakan
cara berpikir yang berbeda daripada kebanyakan, tidak terikat pada kebiasaan
atau hal-hal yang lumrah. Berpikir lateral tidak hanya dapat memperluas wawasan
terhadap kemungkinan-kemungkinan baru, tetapi juga membuat kita mampu
mempertimbangkan banyak alternatif pemecahan masalah.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNG6idI1fjSILsqfilHSso6aidBmHtuANrUg4G_KTyCKCKVpJnKSVCQaNuYbNLA5GwDu0VCbHTpoG6LaP4iUFITMEN9IIaUUzA9LFZxWe5zj_V4TEYUM4jRNDpUoQye9OObd_ugv0ktlE/s320/lateral+day3.jpg)
Lateral Thinking menjadi program pendidikan kreatif
studio kalangan yang mencoba mengumpulkan beberapa orang untuk terlibat dan
berpartisipasi dalam membuat sebuah produk.
Cara berfikir lateral
sendiri merupakan salah satu metode berpikir yang tidak sesuai pada aturan dan
kesepakatan umum yang tertulis ataupun tidak tertulis. Melalui cara berpikir
lateral manusia dapat menemukan segala bentuk alternatif ide dan gagasan
dalam menyelesaikan masalah. Program Lateral Thinking sendiri diharapkan dapat
merangsang manusia untuk berfikir secara kreatif dan menemukan segala bentuk
baru atau bentuk pengembangannya.
Strategi
seperti apa bentuk Lateral Thinking dapat dicapai oleh manusia?
Salah satu cara yang
mungkin efektif dan menarik dan mudah diingat oleh setiap pelakunya sendiri
adalah dengan berkesenian, dalam hal ini khususnya Seni Rupa. Malalui proses
berkeseni rupaan, manusia menjadi sangat galau dan gelisah terhadap apa yang
akan dibuat dalam setiap perencanaan dan konsep penciptaanya. Konsep lateral
thinking lah yang akan meemberikan banyak jawaban terhadap permasalahan
tersebut.
Kenapa Seni Rupa dan tidak dengan kesenian yang lainnya?
Kenapa Seni Rupa dan tidak dengan kesenian yang lainnya?
Bagi Studio Kalangan,
rupanya kita tidak bisa melupakan dan membohongi diri terhadap dasar dari
segala dasar terhadap apa yang sudah kita dapat hingga dewasa ini. Pengenalan
ilmu pengetahuan membaca, berhitung, menulis dan lain sebagainya tidak pernah
terlepas dari bentuk dan wujud visual yang selalu diajarkan sebagai salah satu
media pembelajaran paling efektif dan menarik di Sekolah Dasar dan TK-TK.
Program Lateral
Thinking episode pertama kali ini, kami
mencoba menemukan banyak alternatif mengenai fungsi dan estetika ranting kayu
selebar 6-8 cm yang banyak kita jumpai di pedesaan-pedesaan sebagai kayu bakar
untuk kita jadikan sebagai gantungan kunci . Lateral Thinking tidak menuntut
kita untuk banyak mengeluarkan modal untuk mencari bahan-bahan kayu dan
membelinya di sebuah rumah penyedia dan penjual kayu. Pola pikir tersebut
sajatinya menuntut kita untuk pandai dalam meminimalisir modal tentunya dengan
pertimbangan-pertimbangan tertentu
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNG6idI1fjSILsqfilHSso6aidBmHtuANrUg4G_KTyCKCKVpJnKSVCQaNuYbNLA5GwDu0VCbHTpoG6LaP4iUFITMEN9IIaUUzA9LFZxWe5zj_V4TEYUM4jRNDpUoQye9OObd_ugv0ktlE/s320/lateral+day3.jpg)
Dengan tidak
meninggalkan karakteristik dari kayu dan estetika kayu itu sendiri. Kami
memotong ranting dengan berlapis-lapis setebal 1 cm dan diamplas sehalus
mungkin. Setelah terbentuk, untuk memaksimalkan kayu tersebut sebagai gantungan
kunci yang memiliki nilai jual lebih, kami memberikan sedikit sentuhan gambar
kedalam media kayu tersebut. Dengan memanfaatkan tali menjadi salah satu
alternatif kami untuk keluar dari strategi pada umumnya.
Comments