Menjelang pemilihan pemimpin pada umumnya, pergerakan
kampanye layaknya bibit-bibit rerumputan yang tumbuh semakin tak terbendung di
jalanan. Aksi-aksi kampanye tidak lagi sebagai subyek yang hadir di masyarakat,
melainkan menjadi obyek masyarakat. Anehnya, cara berkampanye seperti itu
semakin hari malah menjadi kebiasaan yang membudaya di Indonesia.
Budaya kampanye dengan menggunakan spanduk foto diri
bertuliskan visi misi menjadi suatu contoh yang tidak lagi esensial pada
kenyataanya. Lewat kampanye tersebut partai politik sebatas memperkenalkan rupa
atau wajah calon dan juga kata-kata berkedok visi misi. Alhasil cara
berkampanye seperti itu diasumsikan oleh masyarakat sebagai cara pencitraan yang
terlihat percuma.
Visual jalanan tersebut harusnya lebih menggunakan aspek
visual yang lebih efisien. pada dasarnya calon pemimpin harus lebih menggunakan
aspek visual sebagai penyampaian komunikasi yang lebih tepat. Aspek visual pada
peradaban poliik di Indonesia seharusnya menjadi evaluasi mereka pada setiap
pergerakannya, sehingga kesalahan-kesalahan penggunaan aspek visual yang
seperti itu tidak lagi digunakan. Calon pemimpin mungkin saja lebih bisa
menampilkan pergerakan atau aktivitasnya sebagai subyek melalui aspek visual
kepada masyarakat, sehingga masyarakat lebih bisa melihat dan mengartikan
spanduk tersebut secara lebih gamblang ataupun jelas. Selain itu, menampilkan
program ataupun gambaran program kerja calon pemimpin juga dirasa lebih efisien
daripada menampilkan cara berkampanya seperti itu.
Comments