Memaknai sebuah keterbatasan, sudah menjadi problematika yang cukup miris di negeri ini. Sudah menjadi takdir Sang Pencipta ketika terdapat manusia lahir dengan keterbatasan. Keberadaan orang-orang tersebut sering disebut dengan istilah 'difabel'. Penggunaan istilah difabel tersebut diartikan sebagai upaya memberi sikap positif yang menekankan pada perbedaan kemampuan, bukan pada keterbatasan atau kecacatan baik fisik maupun mental. Penyandang difabel biasanya dimilikinya sejak lahir atau orang yang menyandang difabel karena mengalami sebuah peristiwa. Peristiwa-peristiwa yang melatarbelakanginya bisa terjadi karena disengaja atau juga terkadang tidak disengaja yang terjadi secara tiba-tiba.
![]() |
Sumber Gambar : http://kitasetara.or.id |
![]() |
Sabar Subadri, pelukis kaki asal Salatiga. Sumber Gambar : http://www.kabarfemale.com/wp-content/uploads/2014/11/SABAR-1.img_assist_custom-510x459.jpg |
Kisah Sabar Subadri, pelukis kaki yang berasal dari Kota Salatiga ini menjadi kisah yang bisa memotivasi penyandang difabel sebagai tonggak untuk selalu bersemangat dalam menjalani hidup. Sabar Subadri lahir tanpa memiliki kedua tangan, keterbatasannya tersebut tidak membuat dirinya merasa minder dan putus asa. Kemampuan melukis dengan keterbatasan yang ada pada fisiknya terkadang malah menjadi karakter yang patut untuk ditiru dan dijadikan panutan.
Sabar Subadri menjalani kesehariannya dengan melukis. Orang tuanya selalu
mendorong anaknya dalam mengembangkan bakatnya, terbukti dengan keberanian
orang tuanya mengantarkan anaknya untuk bersekolah lukis kepada seorang pelukis
di Salatiga yang bernama Amir Rachmat. Setelah ahli dalam melukis, akhirnya Sabar Subadri sering mengeluarkan kemampuanya tersebut dengan mengikuti berbagai lomba.
Objek-objek alam, hewan, termasuk aktivitas manusia menjadi karakter dari
lukisannya. Dalam melukis Sabar Subadri cederung untuk menggunakan aliran realis dan
naturalis. Di Indonesia, Sabar Subadri tercatat sebagai pelukis kaki pertama yang
mampu membuat pameran tunggal. Karya-kayanya juga telah berhasil dipamerkan di berbagai Negara. Harga-harga lukisannya kini berkisar antara Rp. 4
Juta hingga 20 juta.
Sabar
Subadri merupakan salah satu pelukis yang menjadi anggota Asociation Of Mouth
And Foot Painting Arist (AMFPA) yang berpusat di Liechtenstein. Berkat
keberhasilannya menjadi anggota AMFPA, Sabar Subadri kala itu mendapatkan Rp.
100.000,00 sebagai bantuan setiap tiga bulannya. Pada tahun 2015, keberhasilannya mengantarkanya untuk dapat mendirikan sebuah Gallery lukisan yang bernilai Rp
1,2 Miliar , saat ini Galery tersebut diberi nama
'Saung Kelir'.
Berikut ini merupakan video tentang Sabar
Subadri yang berhasil menunjukkan kepada masyarakat, bahwasanya keterbatasan bukan
menjadi sebuah alasan untuk berkarya dan berekspresi.
Sumber video : https://www.youtube.com/watch?v=h-40nmvmFek
Demi terciptanya Indonesia yang adil dan makmur, peran dan dukungan masyarakat baik individu maupun kelompok juga sangat dibutuhkan untuk mereka. Beberapa bulan lalu, kami di Perguruan Tinggi Universitas Sebelas Maret yang mengambil jurusan pendidikan Seni Rupa di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan tersebut juga sempat mengadakan kegiatan workshop yang mengajak penyandang difabel pada sebuah SLB Pucang Sawit di Surakarta untuk belajar berkarya. Kegiatan tersebut juga menjadi tujuan kami untuk menyejajarkan mereka dengan maanusia normal pada umumnya melalui ketrampilan berkarya seni rupa.
Didalam workshop tersebut, kami mengajari mereka tentang 'Finger Painting', yaitu melukis dengan cara mengoleskan kanji yang diberikan warna pada kertas atau karton menggunakan jari atau telapak tangan pada media tersebut. 'Finger Painting' diharapkan menjadi salah satu kegiatan yang akan melatih pengembangan imajinasi, mengasah bakat-bakat seni yang ada pada diri mereka,dan tidak lain memperhalus kemampuan motorik mereka.
Untuk lebih bisa melihat bagaimana kita memberikan workshop 'Finger Painting', berikut kami perlihatkan video dari kami :
Melihat banyaknya kasus-kasus diskriminasi yang mendera mereka, Dukungan untuk penyandang difabel juga harus ada dari Pemerintah Indonesia itu sendiri. Tanpa dukungan pemerintah, penyandang difabel tidak akan pernah merasakan keadilan yang benar-benar bisa mereka rasakan. Pada dasarnya, sudah menjadi kewajiban Pemerintah untuk terjun langsung dan menyelesaikan permasalahan tersebut.
Pemerintah, melalui UU No. 4 Tahun 1997 Pasal 12 dan UU no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan yang menekankan untuk memperolah pendidikan sesuai dengan
jenjang, jalur, satuan, bakat, minat, dan kemampuannya tanpa diskriminasi. Dengan undang-undang tersebut nantinya dimaksudkan tidak akan ada lagi perbedaan perlakuan terhadap penyandang difabel untuk mereka mendapatkan hak pendidikan. Dengan Undang-Undang tersebut, diharapkan juga menjadi salah satu peluang interaksi sosial antara penyandang difabel dengan orang normal pada umumnya. Terbukti dengan beberapa sekolah yang sudah menerima penyandang difabel, dan tidak lagi penyandang difabel harus bersekolah di sekolah berkebutuhan khusus atau SLB.
Pengembangan dan Penyaluran tenaga kerja difabel juga harus diperhatikan oleh dinas sosial. Dalam Undang – undang dan Peraturan Pemerintah,
termasuk Perda No 4 tahun 2012 tentang Perlindungan Dan Pemenuhan Hak-Hak
Penyandang Disabilitas, disebutkan bahwa perusahaan yang mempunyai 100 pekerja,
maka harus memasukkan 1 ( satu ) kaum difabel untuk dipekerjakan pada
perusahaan tersebut. Dalam hal ini, Dinas Sosial harus sering melakukan serangkaian pelatihan kerja, Pelatihan tersebut bisa dilakukan dengan cara memberikan penyandang difabel Pelatihan Tenaga Kerja, Pelatihan Tenaga Kerja Mandiri, dan Pelatihan Tekhnis. Sehingga pada nantinya, penyandang difabel akan memiliki ketrampilan dan siap bekerja.
Kebijakan
pemerintah daerah menyediakan aksesbilitas pada ruang publik untuk penyandang difabel juga
sangat dibutuhkan. Selama ini pemerintah kurang dalam memberikan pelayanan
terhadap mereka penyandang difabel. Ada banyak hal yang melatar belakangi
kurangnya perhatian pemerintah terhadap mereka, salah satunya rendahnya
responsivitas dan kepedulian aparat pemerintah terhadap kelompok masyarakat
berkebutuhan khusus tersebut. Padahal jelas, Asas-asas aksesibilitas tersebut
dikuatkan dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) yang menyebutkan bahwa
penyelenggara diwajibkan memberikan pelayanan dengan perlakuan khusus kepada
anggota masyarakat tertentu (difabel) sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, serta pemanfaatan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas
pelayanan publik dengan perlakuan khusus atau bagi para difabel dilarang
dipergunakan oleh orang lain yang tidak berhak. Hal-hal kecil yang saat ini
masih belum diperhatikan, sepantasnya untuk diperhatikan kedepannya agar
tercipta hidup yang adil sesuai nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Masalah-masalah kecil yang seharusnya menjadi perhatian lebih tersebut, diantaranya :
- Jalur Pemandu : Jalur sebagai pemandu untuk penyandang difabel yang membutuhkan panduan arah.
![]() |
Jalur Pemandu |
- Jalur Pedestrian : Jalur landai untuk berjalan kaki atau berkursi roda bagi difabel agar berjalan aman.
![]() |
Jalur Pedestrian |
- Lift : Alat mekanis dan elektrik yang digunakan untuk pergerakan vertikal dalam bangunan gedung.
- Rambu : Tanda tanda yang bersifat verbal untuk penyandang difabel.
- Halte Kota : Halte yang didesign harus menjorok di pintu keluar masuk bus.
![]() |
Halte Kota yang Mendukung |
- Trotoar Khusus : Trotoar khusus difabel yang diberikan tanda agar mereka dapat berjalan lancar dan tentunya aman.
- Toilet Khusus : Toilet khusus difabel yang mendukung sarana untuk mereka agar lebih mudah dan tentunya aman.
![]() |
Toilet Khusus |
- dan lain-lain.
Setelah melihat bagaimana kisah seorang difabel yang sukses dalam menjalani prahara kehidupan, selayaknya kisah tersebut juga bisa menjadi panutan untuk penyandang difabel untuk selalu bersemangat dalam keadaan apapun, tentunya untuk manusia non difabel untuk lebih bisa bersyukur dengan apa yang dimiliki.
Disamping itu, Kebijakan pemerintah yang kurang memperhatikan keberlangsungan hidup mereka, peran langsung masyarakat, individu, kelompok, dan tentunya Pemerintah juga harus terus di kembangkan untuk sebuah keadilan sosial yang benar-benar ada untuk seluruh masyarakat Indonesia.
Disamping itu, Kebijakan pemerintah yang kurang memperhatikan keberlangsungan hidup mereka, peran langsung masyarakat, individu, kelompok, dan tentunya Pemerintah juga harus terus di kembangkan untuk sebuah keadilan sosial yang benar-benar ada untuk seluruh masyarakat Indonesia.
*Tulisan ini diikutsertakan pada Lomba Blog Difabilitas yang diadakan oleh Rumah Blogger Indonesia dalam rangka memperingati Hari Difabel Sedunia 2015.
Sumber referensi tulisan :
Comments